CIPS Menilai Permendag Bikin Harga Daging Sapi Mahal

Daging Sapi

Menit.co.id – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait tata niaga daging sapi diskriminatif dan tidak memihak kepentingan rakyat.

Selain Permendag, kebijakan pemerintah yang membatasi impor daging sapi juga menyebabkan tingginya harga daging sapi di dalam negeri.

Kepala Bagian Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi mengatakan, tata niaga daging sapi perlu diubah supaya efektif untuk menurunkan harga daging sapi di Tanah Air. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan harga daging sapi, Permendag diskriminatif perlu direvisi dan juga dihapuskan.

Menurutnya, salah satu aturan yang dimaksud adalah Permendag nomor 59 tahun 2016 pasal 10 ayat 1 dan pasal 11. Permendag ini mewajibkan importir untuk memiliki izin impor sebelum mengimpor daging sapi dan hewan ternak di Indonesia.

Izin tersebut baru keluar setelah importir melengkapi lima dokumen, yaitu Surat Izin Usaha Perdagangan, Sertifikasi Registrasi Kepabeanan, Angka Pengenal Impor, Rekomendasi dari Menteri Pertanian dan Persetujuan Impor dari Menteri Perdagangan.

Waktu yang dibutuhkan, mulai dari pengajuan hingga keluarnya izin impor relatif lama yaitu antara satu hingga tiga bulan. Hal ini membuat para importir seringkali kehilangan momen yang tepat untuk mengimpor daging dengan harga murah.

“Permendag ini perlu direvisi untuk menyederhanakan proses untuk mendapatkan izin impor. Proses tersebut seharusnya cukup hanya fokus pada pemeriksaan kualitas dan identifikasi impor secara cepat dan wajar. Proses ini harus mematuhi standar dan prosedur internasional yang sudah disepakati oleh pemerintah,” jelas Hizkia dalam keterangan resmi, Kamis (1/2).

Ia menambahkan, aturan lain yang harus direvisi adalah Permendag nomor 59 tahun 2016 pasal 9 ayat 1 dan 2. Perjanjian World Trade Organization (WTO) tentang pertanian dan kebijakan sanitasi menetapkan kebijakan sanitasi yang diberlakukan pemerintah tidak boleh menjadi upaya terselubung untuk membatasi perdagangan dengan negara-negara lain.

“Permendag ini perlu direvisi untuk memastikan seluruh importir daging sapi yang memenuhi syarat, baik swasta maupun BUMN, memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan impor. Untuk memberikan perlindungan pada konsumen terkait risiko penyakit hewan, pemerintah lebih baik fokus pada peningkatan kinerja sistem pemantauan kesehatan daripada membatasi impor hanya untuk BUMN,” ungkapnya.

Sementara, aturan lainnya yang juga dinilai Hizkia diskriminatif adalah Permendag nomor 59 tahun 2016 pasal 19. Permendag ini menghambat masuknya daging sapi impor ke pasar tradisional.

Hal itu mengingat pasar tradisional di Indonesia sebanyak 70,5 persen diantaranya adalah pasar tradisional. Peraturan itu dinilai menghalangi akses sebagian besar masyarakat terhadap daging berkualitas dengan harga murah. Permendag ini, lanjut Hizkia, perlu dihapus karena membatasi akses masyarakat terhadap daging sapi murah dan berkualitas.

(cnn/cnn)