Rangkap Jabatan, Antara Komitmen dan Stabilitas Politik

Ketua Umum Golkar yang juga Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberi selamat kepada Sekjen Golkar Idrus Marham usai dilantik jadi Menteri Sosial. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Menit.co.id – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak melantik Menteri Perindustrian baru bersamaan dengan pelantikan Menteri Sosial, anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Kepala Kantor Staf Presiden.

Jabatan Menteri Perindustrian masih dipegang oleh Airlangga Hartarto meski ia juga memegang jabatan Ketua Umum Partai Golkar.

Padahal pada awal memerintah, Jokowi tak ingin menterinya seorang ketua umum partai agar bisa lebih fokus bekerja. Sutiyoso sebagai Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) mundur saat diangkat menjadi Kepala Badan Intelijen Negara.

Wiranto juga menyerahkan tampuk pimpinan Partai Hanura pada Oesman Sapta Odang saat ditunjuk Jokowi jadi Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan.

Pengamat politik dari CSIS, Arya Fernandes, berpendapat ada beberapa pertimbangan politik yang bisa jadi membuat Jokowi mempertahankan Airlangga sebagai Menteri Perindustrian.

Itu semua, kata Arya, dikaitkan dengan masa pemerintahan Jokowi periode 2014-2019 yang dalam tempo setahun lagi berakhir. Selain itu, Jokowi dinilainya mencoba menghindari munculnya friksi kembali di Golkar sebagai salah satu partai pendukung pemerintah.

Airlangga baru resmi menakhodai Golkar setelah ditetapkan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) sejak Desember tahun lalu. Ia menjadi ketua umum menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi e-KTP.

“Jadi Presiden mungkin lebih mempertimbangkan waktu yang terbatas, dan memberikan waktu bagi Airlangga untuk mencermati kondisi Golkar yang sedang dalam recovery,” tutur Arya ketika dihubungi lewat telepon, pada Rabu (17/1).

Selain itu, dalam rangka menjaga kinerja kabinetnya, Arya menilai terlalu riskan bagi Jokowi mengganti Airlangga sebagai salah satu tim ekonominya. Tidak mudah juga bagi Jokowi untuk mencari nama baru dalam waktu yang relatif dekat.

“Ia tidak mau mengotak-atik kementerian yang ada. Itu kan juga akan mempengaruhi peta kekuatan di internal Golkar,” kata Arya.

Perihal kinerja yang mungkin akan terpengaruhi dengan adanya rangkap jabatan, Arya tak mau berbicara banyak. “Untuk mengetahui berpengaruh apa tidak, harus dilihat setahun ke depan,” ujarnya.

Menurut Arya, keputusan Jokowi ini tidak akan terlalu memiliki efek negatif yang besar. Salah satunya dengan melihat kepercayaan publik atas Jokowi, dan minimnya nada yang meminta Airlangga turut di-reshuffle.

Apa yang dijanjikan Jokowi melarang menterinya merangkap jabatan saat dilantik 2014 silam, menurut Arya, hanyalah bagian dari strategi, dan situasinya berbeda dengan saat ini.

Serupa Arya, dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Paramadina Djayadi Hanan pun setuju bahwa waktu pemerintahan yang sedikit lagi menjadi alasan Jokowi mempertahankan Airlangga. Jokowi, katanya, mempertimbangkan menghindari instabilitas jika Airlangga turut diganti di dalam kabinet.

“Mungkin sudah tanggung atau tidak mendapatkan orang yang sekaliber Airlangga, misalnya,” ujar Djayadi. Di satu sisi, Djayadi lebih setuju dengan manfaat dari komitmen Jokowi menghindari rangkap jabatan politik dan pemerintahan.

“Menteri Perindustrian itu kan menteri yang penting, untuk bidang perekonomian. Fokus pemerintahan Jokowi-JK dua tahun ke depan adalah untuk fokus pada ekonomi, baik di bidang industri maupun bidang lainnya,” ujar Djayadi.

Kemudian pada saat yang sama, sambung Djayadi, Golkar pun sedang perlu melakukan konsolidasi ulang di tahun politik ini pascapenggantian ketua umum. “Maka perlu seorang ketua umum yang tidak bisa diganggu,” tegas Djayadi.

Preseden rangkap jabatan yang dimiliki Airlangga, dinilai Djayadi tak menutup kemungkinan Wiranto pun akan kembali menjadi Ketua Umum Partai Hanura.

Apalagi, saat ini tengah terjadi friksi di dalam internal Hanura yang membelit ketua umumnya, Oesman Sapta Odang. “Kan harus adil perlakuannya. Kalau yang lain boleh kenapa Pak Wiranto gak boleh,” ujar Djayadi.

Wiranto sendiri saat ini adalah Ketua Dewan Pembina Hanura. Namun, tak menutup kemungkinan dia akan kembali ke posisi ketua umum menghadapi tahun politik 2018 dan 2019 ini.

Jokowi sendiri mengungkapkan alasannya tetap mempertahankan Airlangga. Dia menyampaikannya itu kepada wartawan di Istana Negara kemarin usai melantik pejabat negara baru termasuk Idrus Marham.

“Ini kan tinggal satu tahun saja. Kalau ditaruh orang baru, ini belajar kalau enggak cepat bisa setahun menguasai itu,” ujar Jokowi menjelaskan alasannya usai upacara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1).

“Dan, kita lihat di Kemenperin Pak Airlangga menguasai, dan mengerti betul yang berkaitan dengan makro industri di negara kita, menyiapkan strategi industri hilirisasi. Jangan sampai waktu (singkat) seperti ini kita ubah, dan baru belajar. Ini kementerian yang tidak mudah.”

(cnn/cnn)