Duduk Persoalan Pulau Rempang Tentang PSN Rempang Eco City

Warga Pulau Rempang Bentrok

MENIT.CO.ID – Pembebasan lahan untuk pengembangan proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, menghadapi penolakan dari penduduk setempat, yang pada akhirnya memicu bentrokan dengan aparat gabungan pada tanggal 7 September 2023.

Sengketa ini bermula ketika aparat mencoba memasuki wilayah Rempang untuk memasang tanda batas lahan yang akan digunakan untuk proyek pembangunan Rempang Eco-City.

Warga adat yang menentang kehadiran aparat gabungan melakukan tindakan pemblokiran jalan, termasuk menebang pohon dan menempatkan blok kontainer di tengah jalan.

Mereka melakukan aksi protes ini sebagai respons terhadap rencana pengembangan Pulau Rempang yang akan mengakibatkan relokasi penduduk ke wilayah lain, yang ditolak oleh masyarakat setempat.

Riwayat pengembangan Pulau Rempang sudah berlangsung cukup lama. Menurut NU Online Kepri, upaya pengembangan oleh investor telah dimulai sejak tahun 2004 hingga 2008, tetapi tidak ada perkembangan signifikan.

Semua dimulai pada tanggal 17 Mei 2004, ketika DPRD Kota Batam menerbitkan surat yang membuka pintu bagi investasi di Kawasan Pulau Rempang. Surat ini, yang diteken oleh Ketua DPRD Batam saat itu, Taba Iskandar, merupakan hasil rekomendasi dari enam fraksi di DPRD Batam.

Dalam garis besarnya, DPRD Batam saat itu memberikan persetujuan terhadap upaya Pemerintah Kota Batam untuk mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan perdagangan, jasa, industri, dan pariwisata dengan konsep Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif (KWTE).

Pada tanggal 26 Agustus 2004, pengusaha Tommy Winata, yang merupakan pemilik PT Makmur Elok Graha (MEG), menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Kota Batam.

Waktu itu, Walikota Batam adalah Nyat Kadir, dan penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah, turut menyaksikan penandatanganan perjanjian ini di Kantor Pemerintah Kota Batam. Perjanjian ini juga mencakup penyusunan studi pengembangan Pulau Rempang.

Tommy Winata menjelaskan bahwa setelah nota kesepahaman tersebut ditandatangani, mereka tidak pernah diminta untuk melanjutkan kerja sama tersebut.

Sejak saat itu, tidak ada pembicaraan lebih lanjut mengenai proyek tersebut, hingga akhirnya Batam diubah menjadi kawasan perdagangan bebas atau free trade zone.

Pada tahun 2001, Pemerintah Kota Batam awalnya datang ke Jakarta untuk mengusulkan potensi pengembangan di Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.

Selanjutnya, pemerintah berusaha mengundang beberapa pengusaha nasional, termasuk Artha Graha Group (induk PT MEG), serta beberapa investor dari Malaysia dan Singapura untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan proyek Kawasan Rempang.

Akhirnya, PT MEG terpilih untuk mengelola dan mengembangkan Kawasan Rempang seluas sekitar 17 ribu hektar, termasuk kawasan penyangga seperti Pulau Setokok (sekitar 300 hektar) dan Pulau Galang (sekitar 300 hektar).

Menurut perjanjian pada tahun 2004, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam bertugas menyediakan tanah dan menerbitkan semua izin yang diperlukan untuk PT MEG.

PT MEG, yang merupakan anak perusahaan dari Grup Artha Graha milik Tommy Winata, mendapatkan konsesi selama 30 tahun dalam perjanjian hak guna bangunan di Pulau Rempang.

Konsesi ini dapat diperpanjang hingga 20 tahun dan kemudian 30 tahun, sehingga berpotensi berlangsung selama 80 tahun. Luas lahan yang dikerjasamakan adalah sekitar 16.583 hektar.

Pada waktu itu, laporan dari Tempo mengindikasikan bahwa perjanjian ini dianggap merugikan negara karena dilakukan tanpa pemberian ganti rugi kepada negara.

Perjanjian ini memberikan hak eksklusif kepada MEG untuk mengelola dan mengembangkan proyek KWTE, sesuai dengan Perda Kota Batam No. 17 tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam, yang kemudian diperbarui dengan Perda No. 3 tahun 2003, yang mencakup izin usaha di dalam KWTE, termasuk gelanggang bola ketangkasan dan gelanggan permainan mekanik/elektronik.

Pada tahun 2007, rencana investasi ini mengalami kendala karena ada aduan dari masyarakat yang menyatakan bahwa proyek tersebut telah merugikan negara sebesar Rp3,6 triliun dalam kerja sama tersebut.

Pada tahun 2008, Tommy Winata juga diperiksa oleh Mabes Polri terkait masalah ini. Selain itu, proyek tersebut tidak terwujud karena masalah pembebasan lahan yang dihadapi.

Hak Penggunaan Lahan untuk Xinyi Group

19 tahun telah berlalu sejak kerja sama pengembangan Pulau Rempang mulai diperkenalkan kembali. Pada bulan Juli 2023, pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan asal China, Xinyi Group, sebagai langkah awal dalam proyek kolaborasi ini.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia di Chengdu, China, dengan Presiden Joko Widodo sebagai saksi.

Xinyi Group berkomitmen untuk menginvestasikan USD11,5 miliar, yang setara dengan Rp172 triliun, dalam pembangunan pabrik kaca dan panel surya di Pulau Rempang.

Proyek ini diharapkan akan menciptakan sekitar 30.000 lapangan kerja baru. Rencananya, pembangunan proyek ini akan dimulai pada bulan September 2023.

Investasi besar ini merupakan bagian dari rencana pengembangan Pulau Rempang di bawah MEG (Masyarakat Ekonomi Ganda). Proyek ini diberi nama Rempang Eco-City dan akan mencakup sektor industri, jasa, dan pariwisata.

Pemerintah berharap bahwa proyek ini akan menarik investasi hingga mencapai Rp318 triliun hingga tahun 2080. Namun, rencana ini mendapat penolakan dari sebagian warga Pulau Rempang.

Mereka menolak untuk direlokasi dan mempertahankan 16 kampung tua yang bersejarah yang ada di pulau tersebut. Warga memohon kepada pemerintah agar pembangunan dilakukan tanpa menggusur permukiman warga asli dan kampung-kampung tua yang telah berdiri sejak tahun 1834.

Kunjungan Menteri Bahlil Lahadalia ke Lokasi Proyek

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melakukan kunjungan langsung ke lokasi yang akan menjadi lokasi pembangunan pabrik kaca terintegrasi di Pulau Rempang. Kunjungan ini berlangsung pada hari Ahad, 13 Agustus 2023, di kawasan Rempang, Batam.

Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo untuk segera melaksanakan pengembangan Kawasan Rempang setelah penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Xinyi Group terkait pembangunan industri kaca terintegrasi di Rempang pada bulan Juli sebelumnya.

Bahlil Lahadalia mengungkapkan, “Bulan lalu di Chengdu, Tiongkok, saya mewakili Pemerintah Indonesia dalam penandatanganan komitmen kerja sama ini di hadapan Presiden Jokowi. Kita hanya diberikan dua bulan untuk segera mengimplementasikan investasi ini. Ini adalah tugas yang tidak mudah, tetapi investasi ini adalah instrumen untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan ekonomi negara kita.”

Xinyi Group adalah perusahaan asal Tiongkok yang bergerak di bidang pembuatan kaca dan panel surya. Perusahaan ini telah memiliki pabrik kaca terintegrasi terbesar di dunia di Tiongkok dan proyek di Pulau Rempang akan menjadi pabrik terbesar kedua. Investasi total dalam proyek ini mencapai sekitar USD11,5 miliar dengan rencana penyerapan tenaga kerja sebanyak 35 ribu orang.

Selain mengevaluasi kesiapan Kawasan Rempang, Menteri Investasi juga melakukan konsolidasi dengan masyarakat yang terdampak oleh proyek ini, dengan tujuan memberikan pemahaman bahwa proyek pembangunan industri kaca harus tetap berjalan, sambil memastikan pemenuhan hak-hak masyarakat yang terdampak.

Bahlil menyatakan, “Saya telah berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk Gubernur Kepulauan Riau, Walikota Batam, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, aparat setempat, dan perwakilan masyarakat. Kami akan melindungi kawasan pemakaman, tetapi kami akan merelokasi tempat tinggal masyarakat karena ini sesuai dengan rencana pengembangan industri. Kami telah menyediakan lokasi relokasi yang layak dengan sarana dan prasarana seperti jalan menuju pantai dan pelabuhan nelayan.”

Bahlil juga menambahkan bahwa masyarakat yang terdampak akan menerima hunian tipe 45 di atas tanah seluas 200 meter persegi. Pemerintah juga akan memberikan beasiswa sekolah kejuruan kepada putra-putri masyarakat terdampak, dan bagi yang memiliki potensi lebih, akan ada upaya untuk memfasilitasi beasiswa hingga ke luar negeri melalui BP Batam.

Walikota Batam, Muhammad Rudi, mengucapkan terima kasih kepada Menteri Bahlil atas solusi yang baik bagi semua pihak dalam menyelesaikan permasalahan Kawasan Rempang. Rudi menyatakan bahwa begitu Keputusan Presiden (Keppres) terbit, proyek ini dapat segera dimulai.

Mengakomodasi Aspirasi dan Rencana Ganti Rugi

Rencana pengembangan Pulau Rempang sebagai kawasan ekonomi baru atau “The New Engine of Indonesian’s Economic Growth” masih menjadi topik hangat di masyarakat Kota Batam. Pemerintah pusat merencanakan Pulau Rempang sebagai kota baru dengan konsep “Green and Sustainable City.”

Menyikapi rencana tersebut, Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, secara langsung menyampaikan rencana strategis pengembangan Pulau Rempang kepada perwakilan masyarakat Kelurahan Sembulang dan Rempang Cate pada tanggal 22 Agustus 2023.

Rudi mengatakan, “Hari ini, saya hadir dan bertemu dengan perwakilan masyarakat. Alhamdulillah, kegiatan sosialisasi ini berjalan lancar. Terkait rencana pengembangan Rempang, saya juga sudah menyampaikan kepada pemerintah pusat agar tetap memperhatikan hak-hak masyarakat.”

Dalam pertemuan tersebut, Rudi juga menjelaskan rencana relokasi bagi masyarakat yang terdampak oleh pembangunan. Sesuai dengan arahan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Rudi menyebut bahwa mereka telah menyiapkan kaveling seluas 500 meter persegi bagi masyarakat yang memiliki rumah di atas Areal Penggunaan Lain (APL) dan bersedia direlokasi. Di kaveling tersebut, rumah dengan tipe 45 akan dibangun.

Selain itu, masyarakat akan diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah dan rumah mereka serta pembebasan biaya Uang Wajib Tahunan (UWT/UWTO) selama 30 tahun. Pemerintah juga akan memberikan dukungan kepada nelayan dan akan membangun pelabuhan atau dermaga untuk memudahkan aktivitas masyarakat di masa depan.