Kerap Bohong Ternyata Dapat Menimbulkan Penyakit

Kerap Bohong Ternyata Dapat Menimbulkan Penyakit

Menit.co.id – Hampir setiap orang pernah berkata bohong ataupun dibohongi. Namun apabila kebiasaan berbohong ini sulit dihentikan, atau sudah menjadi bagian dari ciri kepribadian seseorang, maka sering berbohong ini merupakan salah satu ciri gangguan psikologis.

Ada beragam alasan seseorang berbohong, mulai dari menghindari perasaan tidak enak, merasa lebih dihargai, ataupun membuat orang lain merasa kagum. Ada pula jenis bohong yang sering kali disebut sebagai bohong untuk kebaikan (white lies). Secara umum, semua jenis kebohongan memiliki konsekuensi yang tidak baik.

Secara medis, ada beberapa hal yang diduga berperan dalam menyebabkan kenapa seseorang menjadi sering berbohong, seperti kelainan pada otak karena cedera fisik atau kelainan bawaan lahir. Secara psikologis, sering berbohong dapat menjadi salah satu penanda adanya gangguan mental, seperti gangguan kepribadian dan gangguan obsesif.

Tanda-tanda Orang Berbohong

Para ahli meyakini, seseorang yang berbohong dapat dikenali melalui ekspresi pada wajah yang tidak disadari. Ekspresi tersebut digerakkan oleh otot-otot yang berada di sekitar alis, dahi, dan bibir. Ketika berbohong bersifat sesuatu yang emosional, maka tanda-tanda tersebut akan makin jelas.

Studi yang dilakukan kemudian membandingkan ekspresi pada wajah antara orang yang berbohong dan yang berkata jujur.

Saat berkata jujur, maka lebih banyak kontraksi otot di sekitar mata dan mulut. Sementara itu, pembohong tampak lebih banyak mengalami kontraksi otot di sekitar dahi dan pipi. Dahi yang tampak jelas berkerut saat seseorang berbicara, merupakan salah satu tanda kejujurannya dipertanyakan.

Meski demikian, ada sebagian wajah yang tampak polos. Wajah ini bisa saja mengecoh orang lain yang menyangkanya selalu berkata jujur, walaupun sebenarnya tidak begitu.

Wajah-wajah tidak berdosa ini umumnya terlihat simetris antara sisi kanan dan kiri, tampak menarik dengan mata yang besar, memiliki kulit halus dan dahi lebar yang sesuai dengan bentuk dagunya, atau sering dikategorikan memiliki wajah bayi atau baby face.

Karena sulitnya mengetahui apakah seseorang berkata jujur atau berbohong, kini ada beberapa jenis pemeriksaan psikologis (psikotes) yang dapat digunakan sebagai penentu apakah seseorang memiliki kecenderungan untuk berbohong atau berkata jujur.

Sering Berbohong Dapat Mengganggu Kesehatan

Ternyata berbohong tidak hanya memiliki dampak sosial, namun juga memengaruhi kondisi kesehatan. Peneliti menghubungkan, kebiasaan berbohong dapat meningkatkan risiko gangguan kecemasan, depresi, kecanduan judi, dan juga risiko kanker serta obesitas. Selain itu, berbohong juga dapat menurunkan kualitas hubungan interpersonal dan kepuasan kerja.

Bagaimana hal itu terjadi? Hal ini disebabkan meningkatnya stres pada seseorang saat berbohong. Ada beban emosional dan fisik yang dirasakan seorang pembohong. Apalagi, berbohong sering kali harus diikuti dengan kebohongan berikutnya.

Sebuah studi lain menguatkan hal tersebut. Disebutkan bahwa seseorang yang berusaha berkata jujur, memiliki hubungan yang lebih baik dan makin sedikit mengalami gangguan kesehatan. Rupanya, perbaikan dalam hubungan dapat meningkatkan kondisi kesehatan.

Berhati-hati pula berbohong jika Anda memiliki anak, sebab seorang peneliti meyakini, anak belajar hal tersebut dari orang tuanya. Ketika anak mendengar orang tua berbohong, maka ia akan menganggap hal itu diperbolehkan. Waspadai jika berbohong makin menjadi kebiasaan yang berbahaya.

Kejujuran memang tidak selalu menyenangkan, namun mengatakan atau mendengar kebohongan justru lebih menyakitkan. Ungkapkan hal sebenarnya sambil mengupayakan jalan keluar. Sedapat mungkin hindari berkata bohong untuk kondisi kesehatan dan hubungan sosial yang lebih baik.

Apabila Anda atau orang yang Anda kenal memiliki kecenderungan untuk berbohong dan sulit untuk dihentikan, maka disarankan untuk menemui psikiater atau psikolog untuk menggali lebih lanjut apa alasan untuk kebiasaannya tersebut. Kemungkinan hal ini merupakan salah satu pertanda adanya gangguan mental.

Sumber: Alodokter