Menit.co.id – Bubur memang menu sarapan yang sangat familiar di Indonesia. Namun sayang, hidangan nasi satu ini sangat tidak disarankan untuk penderita diabetes mellitus. Mengapa?
Begini alasannya, kadar gula yang terdapat dalam semangkuk bubur sangatlah tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lainnya.
Faktanya dibandingkan nasi, tekstur bubur yang lembut membuatnya lebih cepat diproses oleh tubuh jadi gula. Bubur juga memiliki indeks glikemik tinggi, yakni 90.
Artinya makanan dengan indeks glikemik tinggi akan berdampak meningkatkan kadar gula dalam darah melonjak secara cepat. Untuk itu, penderita diabetes mellitus perlu berpikir ulang jika hendak mengonsumsi olahan nasi tersebut.
Kondisi diabetes mellitus sendiri adalah suatu penyakit metabolik yang diakibatkan oleh meningkatnya kadar glukosa atau gula darah. Perlu perhatian khusus untuk menjaga pola makan sehat agar gula darah bisa dikontrol.
Bila diabetes tidak dikendalikan, bisa memicu beragam komplikasi serius seperti gangguan jantung, stroke, gangguan ginjal, kaki diabetes, hingga gangguan mata.
Mengenal Penyakit Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh gagalnya organ pankreas memproduksi jumlah hormon insulin secara memadai sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah.
DM merupakan salah satu penyakit tidak menular dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting. Angka kejadian Diabetes mellitus meningkat dalam beberapa dekade.
Secara umum diperkirakan sebanyak 422 juta dewasa terdiagnosis Diabetes mellitus pada tahun 2014, lebih banyak dibandingkan dengan tahun 1980 (sebanyak 108 juta jiwa).
Hal ini mungkin disertai dengan peningkatan faktor risiko seperti obesitas dan gaya hidup sedentary (kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik atau tidak banyak melakukan gerakan).
Di Indonesia sebanyak 2,1 % terdiagnosis DM (RISKESDAS 2013) dengan prevalensi usia paling banyak terdiagnosis pada usia 55 – 64 tahun.
Kenali Gejala Diabetes Mellitus
Gejala klasik dari Diabetes Mellitus meliputi 3P , yaitu poliuri (banyak buang air kecil terutama malam hari), polidipsi (mudah haus), poliphagi (mudah lapar).
Gejala tidak spesifik lain yang juga dapat muncul pada penderita Diabetes Mellitus antara lain penurunan berat badan secara cepat, mudah lelah, kesemutan pada kaki dan tangan, gatal – gatal, penglihatan menjadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, atau penyakit kulit akibat jamur terutama pada daerah lipatan kulit.
Siapa saja yang harus mewaspadai DM? riwayat keluarga dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan 4 kg, dan juga orang – orang dengan obesitas. Pengenalan dini dari DM dan penangan yang tepat sehingga target gula darah terkontrol sangat mempengaruhi cepat atau lambatnya komplikasi DM terjadi.
Perbedaan Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2
Secara umum pasien diabetes dibagi menjadi 2 tipe, yaitu diabetes tipe 1 yang biasanya muncul saat usia muda atau anak-anak, dan diabetes tipe 2 yang muncul pada usia dewasa. Tidak dikenal adanya diabetes tipe basah atau kering di dalam konteks ilmu kedokteran.
Luka yang tidak sembuh dan cenderung menyebabkan harus diamputasinya anggota gerak merupakan komplikasi yang terjadi akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan komplikasi pembuluh darah yang telah terjadi. Hal ini dapat terjadi baik pada DM tipe 1 maupun DM tipe 2.
Penderita Diabetes Harus Disiplin
Pentingnya mencapai target gula darah terkontrol harus dipahami oleh setiap penderita yang terdiagnosis DM. Gula darah puasa 80 – 130 mg/dL dan gula darah 2 jam setelah makan 180 mg/dL serta HbA1c 7% merupakan target pengendalian gula darah yang diharapkan dicapai oleh penderita diabetes.
Hal tersebut dapat dicapai dengan menerapkan pola makan sesuai kebutuhan kalori dan aktivitas fisik dalam hal ini olahraga secara teratur. Penerapan pola makan 3J (jenis, jumlah dan jadwal yang tetap) haruslah menjadi acuan para penderita DM dalam kehidupan sehari – hari.
Melakukan olahraga minimal 3 – 5 kali seminggu selama minimal 30 menit diharapkan dapat dilakukan oleh para penderita DM. Namun apabila dengan 2 cara tersebut tidak tercapai maka harus dibantu dengan obat-obatan.
Selain pengendalian gula darah, kontrol teratur juga diperlukan dalam rangka mengevaluasi komplikasi jangka yang dapat terjadi pada DM. Evaluasi adanya komplikasi ke organ ginjal, saraf mata dan pembuluh darah lainnya harus terus dipantau oleh penderita DM secara rutin, dapat dilakukan tiap 3 – 6 bulan sekali.
Pengobatan penderita Diabetes Mellitus tidak sama pada semua penderita, bergantung pada kondisi si penderita, gaya hidup sehari – hari dll.
Oleh karena itu pengobatan Diabetes Mellitus sangatlah bersifat individual, penting sekali seorang penderita diabetes untuk selalu berdiskusi dengan dokternya untuk dapat mengevaluasi pilihan pengobatan yang lebih cocok untuk masing – masing individu agar dapat mencapai pengendalian gula darah yang baik.
Keberhasilan pengobatan Diabetes Mellitus sangat bergantung pada kedisplinan penderita dalam mengubah gaya hidup. Untuk itu para penderita DM dihimbau untuk tidak menutup mata dan telinga dalam menjalankan terapi DM.
Kerjasama dan komunikasi yang baik antara penderita dan dokter akan sangat membantu menurunkan angka komplikasi DM dan menciptakan kualitas hidup yang lebih baik pada penderita DM.