Empat Penjelasan Berbeda Polri dan Menhan Soal Jumlah Senjata BIN

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, sejak Proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tidak terlepas dari berbagai persoalan yang berkaitan dengan ketahanan nasional.

Menit.co.id – Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal pemesanan senjata menjadi pembicaraan hangat dalam beberapa hari terakhir. Belakangan Polri, Menhan dan Menko Polhukam ikut berkomentar untuk meluruskan ihwal pemesanan senjata tersebut.

Ketiga institusi mengakui ada pemesanan senjata yang ditujukan ke BIN. Namun tentang jumlah yang dipesan angkanya berbeda-beda. Berikut penjelasan petinggi keamanan ihwal jumlah senjata yang dipesan tersebut.

1. Izin 591 Pucuk Senjata BIN
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan bahwa jumlah senjata yang dipesan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) ke PT Pindad berjumlah 591 pucuk. “Perizinannya 591 (senjata),” kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Kendati demikian pihaknya tidak mengetahui rincian jenis senjata dari keseluruhan jumlah tersebut. Ia juga menambahkan bahwa selain senjata, BIN juga memesan amunisi. “Saya tidak punya datanya,” ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa pembelian senjata dari dalam negeri hanya membutuhkan surat izin membeli, berbeda dengan pembelian senjata dari luar negeri yang membutuhkan surat izin impor.

2. 521 Pucuk Senjata Buat BIN
Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengaku belum mengetahui terkait pengadaan 5.000 senjata untuk institusi tertentu. Ryamizard mengatakan, untuk pengadaan senjata ini, hanya ada pengajuan untuk kebutuhan pendidikan Badan Intelijen Negara (BIN) per Mei 2017.

“Saya belum tahu (5.000 senjata). Tapi yang ada ini, 521 pucuk senjata, 72.750 ribu butir munisi untuk pendidikan BIN,” kata Menhan sambil menunjukkan surat permohonan pengajuan dari BIN tersebut di Kantor Kemenhan, Jakarta, Selasa (26/9).

Surat permohonan yang diperlihatkan Menhan itu telah ditandatangani Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana. Dalam surat tersebut, terdapat tembusan untuk Kepala BIN, Asintel Panglima TNI, Kepala BAIS TNI dan Dirjen Kemhan.

Sebanyak 521 senjata tersebut merupakan jenis SS2-V2 kaliber 5,56×45 mm. Menhan menambahkan, setiap pengadaan maupun penjualan alutsista, baik untuk institusi sipil maupun militer harus melalui Kementerian Pertahanan. “Yang ada ini (surat) Mei, sudah disampaikan kepada saya berapa pucuk, amunisi, tinggal komunikasi saja,” tambah mantan KASAD itu.

3. Sekitar 517 Pucuk Senjata BIN
Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menegaskan senjata yang dipesan Badan Intelijen Negera (BIN) berbeda dengan yang dipesan oleh Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Senjata yang dipesan oleh BIN menurut Setyo hanya sekitar 517 pucuk senpi. “Beda,” ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/9).

Setyo juga meminta agar tidak lagi mengaitkan antara senjata yang dipesan oleh BIN dan Polri. Pasalnya dari jumlahnya saja yang disediakan oleh Pindad sudah berbeda, Polri 5.000 sedangkan BIN 517. “Jangan dikaitkan (517) dengan yang 5.000 itu untuk polisi,” terangnya.

Senjata yang dipesan pun terang Setyo, jenisnya berbeda. Senjata yang dipesan oleh polri adalah senjata yang berfungsi untuk melumpuhkan bukan untuk menyerbu. “Senjata gendam, itu untuk melumpuhkan,” ucapnya.

Rencananya Polri ingin memesan senjata gendam tersebut sebanyak 15 ribu pucuk. Namun Pindad hanya mampu menyediakan 5.000 pucuk gendam. Sehingga Polri berencana untuk memesan kembali di luar negeri sebanyak 10 ribu senjata. Pembelian senjata tersebut sambung jenderal bintang dua ini, dibiayai oleh APBNP.

“Karena Pindad hanya sanggup 5.000 sehingga yang 10 ribu pucuk harus dicari dari luar, makakita (polisi) sedang mencari lagi, tahun ini harus beres,” ujarnya.

Senjata gendam ini, tambahnya, karena diperuntukkan bagi polisi lalu lintas (Polantas) maka bentuknya pun sangat simpel. Karena disesuaikan dengan kondisi petugas di lapangan yang nantinya akan menggunakan senjata itu. “Lebih simpel, lebih kecil untuk petugas di lapangan lebih simple. Itu untuk patroli petugas,” ujarnya.

4. 500 Pucuk Senjata BIN
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menjelaskan soal pernyataan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, terkait pembelian 5.000 unit senjata. Wiranto menegaskan, pernyataan itu berkaitan dengan komunikasi yang belum tuntas soal pembelian 500 pucuk senjata.

Wiranto menuturkan, pernyataan Gatot sudah bergulir dan menjadikan banyak spekulasi bagi publik. Masyarakat mengira ada sejumlah hal yang melatarbelakangi pernyataan itu.

“Apakah karena keadaan genting sebab ada kekuatan yang ada di masyarakat yang mengganggu stabilitas nasional ? Saya kira tidak pada tempatnya dihubungkan dengan hal ini (pembelian senjata),” ujar Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Medan Merdeka Barat, Ahad (24/9).

Wiranto mengaku sudah melakukan komunikasi dengan Kapolri, TNI, BIN dan sejumlah pihak lain yang terkait. Menurutnya, pernyataan itu terkait masalah komunikasi yang tidak tuntas dalam pembelian senjata.

“Setelah ditanyakan, ternyata ini berhubungan dengan 500 pucuk senjata buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelijen BIN. Pengadaannya pun didanai oleh APBN,” lanjutnya. Pengadaan senjata juga bukan berasal dari luar negeri. “Senjata dari PT Pindad, bukan dari luar negeri,” tegasnya.

Karena itu, pengadaan senjata ini tidak perlu mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berdasarkan prosedur, kata Wiranto, pengadaan senjata semacam ini hanyaperlu minta izin dari Mabes Polri. “Dan bukan (izin) dari Mabes TNI. Izin sudah diajukan,” ungkapnya.

(rol/rol)