Skandal Dugaan Korupsi, Bupati Pelalawan Ikut Kembalikan Dana Bantuan Bencana

Amplop berkop surat Bupati Pelalawan diterima Jaksa dalam kasus dana bantuan bencana. ©2017 Merdeka.com

Menit.co.id – Kejaksaan Tinggi Riau menerima pengembalian uang negara dari sejumlah ‎saksi yang pernah diperiksa dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Tak Terduga (BTT) bencana alam Pemerintahan Kabupaten Pelalawan.

Dari total kerugian negara Rp 2,4 miliar, baru Rp 700 juta yang diterima jaksa. Termasuk sebuah amplop bertuliskan Bupati Pelalawan, HM Harris.

“Sampai hari ini, uang negara dari kerugian yang ditimbulkan kasus dana tak terduga Pelalawan baru Rp 700 juta lebih. Itu dari beberapa saksi, kita masih menunggu yang lainnya,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Riyanta saat dikonfirmasi merdeka.com, Selasa (12/9).

Saat ditanya berapa rincian uang yang dikembalikan dan nama masing-masi‎ng saksi, Sugeng mengaku tidak bisa menyebutkan satu persatu nama saksi termasuk Bupati Pelalawan HM Harris.

Sebab, di meja jaksa terlihat amplop bertuliskan nama Bupati Pelalawan yang berisi uang puluhan juta dikembalikan ke negara.

“Iya ada beberapa saksi yang mengembalikan, soal namanya nanti saja di pengadilan, kita tidak bisa memberitahu nama-nama saksi,” kata Sugeng.

Sugeng meminta agar media sabar menunggu nama siapa saja yang menikmati dana tak terduga tersebut. Penjelasan itu nanti akan dilakukan oleh hakim jika kasusnya sudah di meja persidangan.

“Nanti di pengadilan akan terbuka, siapa saja dan berapa masing-masing yang mereka terima. Dan siapa saja yang sudah mengembalikan termasuk yang belum mengembalikan. Sampai sekarang kita masih menunggu itikad baik dari mereka untuk mengembalikan uang negara,” tegas Sugeng.

Dari 70-an orang saksi, kata Sugeng, belum semuanya yang mengembalikan uang tersebut. Bahkan, setengah dari total saksi yang menerima juga belum ada yang mengembalikan.

“Masih banyak yang belum mengembalikan, belum ada setengah dari total penerima. Kerugian negara Rp 2,4 miliar, yang dikembalikan baru sampai Rp 700 jutaan, masih banyak lagi yang belum,” kata Sugeng.

Dalam kasus ini yang terjadi pada tahun 2012 ini, 3 orang tersangka sudah ditahan. Mereka adalam Asi, Ksm dan Lmn, yang merupakan anak buah Bupati Pelalawan, HM Harris.

“Para tersangka menggunakan anggaran negara untuk bencana seperti kebakaran hutan dan lahan, malah dibelikan kamera dengan harga Rp 90 juta. Serta ada pihak swasta yang menggunakan uang itu untuk turnamen golf di Pelalawan,” jelas Sugeng.

Sugeng menjelaskan, LMN adalah mantan Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dan selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) saat kasus itu terjadi. Dia dinilai paling bertanggung jawab atas penggunaan dana yang harusnya untuk bencana itu.

Tersangka lain berinisial Asi menjabat kepala seksi di DPPKAD Pelalawan. Dia merupakan staf dari tersangka Lmn. Dia kecipratan aliran dana sebesar Rp 90 juta dan uang itu digunakan untuk membeli kamera.

“Asi membeli tiga kamera yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dua kamera sudah kita sita, satu kamera masih di tangan pihak yang tidak berhak, SPJ-nya fiktif,” kata Sugeng.

Tersangka ketiga adalah Ksm, pihak swasta serta pengurus Persatuan Golf Pelalawan. Dia ikut menikmati uang negara sebesar Rp 125 juta. Uang itu digunakan untuk biaya turnamen golf.

“Ketiga tersangka ditahan di Rutan Klas IIB Sialang Bungkuk,” imbuh Sugeng.

Dalam kasus ini, penyidik Pidsus Kejati Riau sudah melakukan penyitaan dokumen dan sejumlah uang. Jaksa juga telah memeriksa Bupati Pelalawan HM Harris untuk dimintai keterangannya sebagai saksi.

“Iya benar. Klien saya (HM Harris) sudah pernah diperiksa dalam perkara Dana Tak Terduga itu sebagai saksi,” ujar Asep Ruhiat, pengacara Harris.

Para tersangka diduga melakukan penyimpangan dengan modus penggunaan dana tidak sesuai peruntukan dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, dan tidak sesuai peruntukkan.

Dana yang harusnya digunakan untuk bencana kebakaran hutan dan lahan serta kegiatan sosial, malah digunakan juga untuk biaya perjalanan wisata.

Dalam dugaan korupsi ini, Kejati Riau telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam koordinasinya, BPK menemukan temuan dugaan korupsi, dengan nilai Rp 2,8 miliar.

Dari audit BPK itu, akhirnya jaksa penyidik Pidsus Kejati Riau melakukan penghitungan sendiri. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 2,4 miliar.

Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.

Awal mula perkara ini diselidiki berdasarkan audit atau temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan lembaga tersebut atas keuangan Pemerintah Kabupaten Pelalawan tahun 2012 silam.

(mdk/mdk)