Definisi Kritik DPR di UU MD3: Perlakuan Buruk KPK hingga Wartawan

Firman Subagyo Wakil Ketua Baleg DPR RI. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)

Menit.co.id – Pengesahan revisi UU MD3 menuai kritik khususnya pasal 122 yang mengatur bahwa pengkritik anggota DPR dapat diproses secara hukum. Bergeming dengan kritik publik, DPR menilai pasal ini dibutuhkan untuk melindungi anggota dan lembaga.

Wakil Ketua Baleg DPR, Firman Subagyo, menjelaskan definisi pengkritik yang dimaksud adalah jika anggota mendapat perlakuan buruk dari publik.

Perlakuan buruk yang dimaksud misalnya ketika ada anggota DPR tersangkut kasus korupsi, lalu ia mendapat banyak kritik dan kecaman padahal belum ada putusan hukum yang tetap. Pasal ini bertujuan untuk mencegah munculnya opini publik yang menyudutkan sang anggota DPR.

“Jadi, kalau ada satu anggota dewan yang terjerat kasus korupsi misalnya. Lalu dia mendapatkan perlakuan buruk dari publik. Maka bukan hanya dia yang dilindungi tapi lembaga DPR ini,” ujar Firman ketika dihubungi kumparan (kumparan.com), Senin (12/2).

Selain kecaman dari publik, perlakuan buruk yang dimaksud bisa saja KPK melakukan penggeledahan di Gedung DPR lalu memasang garis polisi. Meski baru penggeledahan, sudah muncul banyak opini yang menyudutkan si anggota DPR tersebut.

Ia mengusulkan agar KPK tak sembarang memasang garis polisi. “Kan tidak bisa misalnya KPK memberikan garis police lane di seluruh area Gedung DPR,” ujarnya.

Firman mencontohkan perlakuan buruk lain misalnya datang dari pemberitaan di media. Dari narasumber lain, media memberitakan sesuatu yang merendahkan anggota DPR. Hal ini bisa masuk dalam definisi pengkritik yang merendahkan untuk kemudian dilaporkan.

“Atau dalam arti misalnya wartawan menulis sebuah berita tapi tidak secara langsung, melainkan dari sumber berita lain. Nah, mestinya kan media besar itu melindungi hak untuk pemberitaan,” tuturnya.

Ia beralasan hal ini dilegalkan karena media perlu melindungi hak narasumbernya dalam pemberitaan. Politikus Golkar ini menegaskan adanya pasal ini tidak serta merta membuat DPR sewenang-wenang.

Pasal 122 ayat k, poin itu menyebut jika ada pihak atau lembaga yang merendahkan kehormatan anggota DPR bisa ditindak oleh MKD dengan mengambil langkah hukum. Sehingga pihak yang mengkritik anggota DPR bisa diproses secara hukum dengan dilaporkan ke kepolisian.

(kumparan)